Source of photo: Medium/Leah Ida Harris
Apa yang akan kalian lakukan jika salah satu orang terdekat anda mengidap "Mental Disorder"?
Apa menurut kalian kesehatan mental harus menjadi prioritas di Indonesia?
"Mental health" atau Kesehatan mental mungkin kata yang asing untuk sebagian orang Indonesia. Terbukti, dari tingkat awareness masyarakat Indonesia yang terbilang masih minim, isu kesehatan mental pun masih belum menjadi isu kesehatan yang prioritas di Indonesia. Bukan hanya itu saja yang menjadi tantangan Kesehatan mental untuk menjadi isu yang lebih diperhatikan di Indonesia, timbulnya stigma dan persepsi tentang Kesehatan mental, contohnya saja ada stigma yang mengatakan jika seseorang mengidap suatu mental disorder dianggap sebagai "attention seeker", kurang dekat dengan Tuhan, dan dicap sebagai "orang gila."
World Health Organization (WHO) pernah melakukan survey yang menghasilkan data bahwa Suicide (Bunuh diri) adalah Silent killer terbesar di Indonesia. Pada tahun 2013, di dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dirilis oleh Kemenkes RI, menyatakan bahwa terdapat 56.000 orang di Indonesia yang memiliki Mental disorders. Tahun 2015, WHO juga melaporkan bahwa jumlah kasus bunuh diri di Indonesia mencapai 2,9 kasus per 100.000 penduduk. Informasi yang lebih menariknya lagi adalah Indonesia menjadi satu-satunya negara di asia tenggara yang mempunyai tingkat bunuh diri tertingginya dipegang oleh Perempuan dengan rincian 4,9 orang per 100.000 penduduk, sedangkan laki-laki 3,7 orang per 100.00 penduduk. Mengetahui hal tersebut, apakah masih ada alasan untuk tidak mengetahui dan membahas lebih dalam tentang kesehatan mental dan upaya kita untuk mencegah dan meminimalisir kasusnya?
Jika ditanya tentang aksesibilitas pengobatan Kesehatan mental, jauh sekali dibandingkan Kesehatan fisik. Sebenarnya, jika kita samakan dengan akses dan pengobatan kesehatan fisik, mungkin akan selalu tidak sama. Untuk memberikan treatment kepada orang yang mempunyai mental disorders, tidak semudah kelihatannya, tidak semudah pengobatan kesehatan fisik yang hanya diberikan obat akan langsung sembuh. Seseorang yang mengidap mental disorders harus melalui proses yang cukup lama, dimulai dengan identifikasi penyebab, datang ke psikiater/psikolog, setelah berkonsultasi dengan ahli mungkin saja diberi obat, tidak menutup kemungkinan "pasien" harus merubah gaya hidup, dan harus kontrol sampai penyembuhannya tuntas. Tahun 2011 dan 2014, WHO pernah merilis data bahwa Indonesia masih kekurangan tenaga kesehatan untuk Kesehatan mental yaitu dengan perbandingan 0,01 psikiater per 100.000 penduduk di 2011, sedangkan 0,29 psikiater per 100.000 penduduk di tahun 2014, ini berarti Indonesia masih kekurangan tenaga psikiater. Mau tidak mau, Pemerintah harus bisa menambah dan memperbaiki kualitas pengobatan dan aksesibilitas kesehatan mental.
Tantangan selanjutnya adalah bagaimana seseorang dengan mental disorders tersebut mau datang dan menyembuhkan penyakitnya jika stigma di masyarakat masih saja melekat di sekitarnya? Banyak dari penderita mental disorders yang lebih memlih untuk "menyembunyikan diri" dan malu untuk speak up. Masih banyak masyarakat di Indonesia yang memiliki kecenderungan untuk mem-bully, menghina, dan secara tidak sadar melakukan labelling kepada penderita mental disorders yang sering kali mengekspresikan dirinya ketika frustasi, depresi. Padahal, hal tersebut lah yang makin memberikan dampak signifikan kepada penderita mental disorders, bahkan bisa saja sampai membuat penderita terlintas dibenaknya untuk mengakhiri hidup. Dari hal-hal tersebut, dapat menjadi bukti bahwa awareness masyarakat di Indonesia tentang Kesehatan mental masih kurang dan menjadi sebab mengapa orang-orang punya persepsi yang kurang baik terhadap Mental health dan juga penderitanya.
Dikarenakan mental health dan stigma nya yang muncul, banyak penderita mental disorders yang akhirnya takut dan akhirnya menarik diri dari orang-orang sekitar, bahkan keluarganya sendiri. Pada tahun 2017 masih ada 28,1% orang di Indonesia yang mengidap gangguan mental dalam keadaaan terpasung dengan jumlah terbanyak terdapat di Jawa Timur yaitu 435 orang. Stigma yang muncul dari diri sendiri membuat para penderita gangguan mental akhirnya tidak dapat treatment yang tepat. Selain itu, isu kesehatan mental yang masih asing di Indonesia adalah Peripartum Depression yang seringkali melanda seorang ibu ketika hamil dan setelah melahirkan, WHO mencatat terdapat 10% ibu hamil di dunia dan 13% ibu setelah melahirkan menderita gangguan mental terutama depresi. Bahkan untuk negara berkembang, angkanya lebih besar yaitu 15,6% ketika masa kehamilan dan 19,8% setelah melahirkan.
Lalu, apa yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan awareness Kesehatan mental? Untuk mengurangi anggapan bahwa Mental health adalah kasus yang sepele, tidak ada salahnya untuk kita membagikan informasi terkait Kesehatan mental khususnya di Indonesia melalui media sosial. Dengan membagikan informasi tentang kesehatan mental, membantu masyarakat awam untuk mengenal dan mengetahui lebih dalam tentang Kesehatan mental. Sebagai generasi muda yang sudah tidak asing dengan platform seperti Instagram, Blog, Twitter, dan lain sebagainya, dapat menggunakan platform tersebut untuk membagikan informasi guna meningkatkan awereness tentang Mental health, karena mungkin kamu tidak menderita gangguan mental, tapi tidak menutup kemungkinan orang-orang di sekitarmu mengalami mental disorders. Pemerintah juga seharusnya lebih memerhatikan isu kesehatan mental dan lebih banyak melakukan diskusi tentang kesehatan mental. Tak ada salahnya juga memberikan edukasi yang memadai kepada masyarakat mengenai Mental health agar tidak muncul persepsi yang salah tentang hal tersebut. Susah memang untuk mengubah stigma dan persepi yang muncul di sekitar kita, tapi akan lebih baik hal seperti ini dilakukan di lingkungan yang tidak asing di sekitar kita seperti di dalam lingkup keluarga dan mengenalkan konsep kesehatan mental di sekolah.
Jika ada dari kalian yang seringkali merasa kesepian, depresi, muncul anxiety berlebihan. Berikut merupakan hal yang dapat kalian lakukan, setidaknya untuk membantu kalian ketika keadaan itu datang kembali.
- Cerita kepada orang yang kalian percaya
Beri tahu teman atau anggota keluarga terdekat anda tentang perasaan, pikiran yang selama ini menganggu dan membuat depresi muncul. Beri tahu mereka bahwa kamu membutuhkan bantuan.
- Hindari penggunaan media sosial
Prevalensi orang yang menggunakan media sosial 3,2 kali lebih besar untuk mengidap depresi daripada yang tidak menggunakannya. Menghindari penggunaan media sosial dapat membuat dirimu lebih fokus terhadap aktivitas dan lebih menikmati hidup.
- Menyibukkan diri dan berolahraga
Biasanya merasakan kesepian dan pikiran negatif dapat menimbulkan depresi. Oleh karena itu, lebih baik kita menyibukkan diri dengan aktivitas positif seperti berolahraga, berkumpul dengan orang yang mempunyai hobi yang sama seperti kita, menjadi volunteer, dan aktivitas positif lainnya yang dapat memberikan efek positif, seperti perasaan senang sehingga produksi dopamine, serotonin di dalam tubuh kita meningkat dan dapat menstabilkan mood.
- Datang dan berkonsultasi kepada ahli
Jika kamu masih merasa membutuhkan bantuan, tidak ada salahnya untuk datang ke psikiater/psikolog untuk berkonsultasi.
dan sebagai upaya untuk membantu teman-teman kita yang menderita mental disoders, tidak ada salahnya kita untuk menjadi pendengar mereka. Beri mereka encouraging responses seperti "Apa yang bisa aku bantu?" "Aku mengerti", "Jangan sungkan, aku selalu ada untuk mendengar keluh kesahmu." Lalu, sebisa mungkin untuk jangan menghakimi orang tersebut, Salah satu alasan mengapa beberapa orang mungkin enggan membagikan pemikiran dan perasaan mereka adalah karena mereka takut dihakimi.
Referensi:
- World Health Organization. Maternal and child mental health. https://www.who.int/mental_health/maternal-child/en/ on March 3, 2019
- World Health Organization. "Indonesia: country profiles" Global Health Observatory data. https://www.who.int/gho/countries/idn/country_profiles/en/ on March 3, 2019
- World Health Organization. Comprehensive mental health action plan 2013-2020. https://www.who.int/mental_health/action_plan_2013/en/ on March 3, 2019
- World Health Organization South East Regional Office. Suicide and depression in the World Health Organization South-East Asia Region: a systematic review. http://www.searo.who.int/publications/journals/seajph/issues/seajphv6n1p60.pdf?ua=1 on March 3, 2019
- Brown University. Negative experiences on Facebook linked to increased depression risk in young adults. https://news.brown.edu/articles/2016/09/facebook on March 3, 2019
- MentalHealth.gov. What is Mental Health?. https://www.mentalhealth.gov/basics/what-is-mental-health on March 3, 2019
- National Institue of Mental Health. Children and Mental Health. https://www.nimh.nih.gov/health/publications/children-and-mental-health/index.shtml on March 3, 2019
- Mustikasari, Indah on The Jakarta Post. Let's talk openly about mental health. https://www.thejakartapost.com/life/2017/08/02/lets-talk-openly-about-mental-health.html on March 3, 2019
- Primastiwi, Emma on Whiteboard Journal. Berdiskusi Tentang Kondisi Seputar Kesehatan Mental di Indonesia. https://www.whiteboardjournal.com/ideas/berdiskusi-tentang-kondisi-seputar-kesehatan-mental-di-indonesia/ on March 3, 2019
- Media Indonesia. Indonesia Bebas Pasung 2019. http://mediaindonesia.com/read/detail/122632-indonesia-bebas-pasung-2019 on March 3, 2019
- Tirto. Statistik Bunuh Diri dan Darurat Kesehatan Mental. https://tirto.id/statistik-bunuh-diri-dan-darurat-kesehatan-mental-ck1u on March 3, 2019

























